Salah satu yang menjadi sorotanku terhadap Semarang adalah banyak terdapat tukang parkir. Mereka bertaburan di depan toko-toko, swalayan, bahkan ada Masjid yang ada tukang parkirnya juga. Tiak kumasalahkan sih bagi tukang parkir di kawasan yang ramai misalkan di pasar johar atau simpang lima. Sebab memang kehadiran tukang parkir berguna. Di kawasan yang padat lalu lintas tersebut perlu adanya bapak tukang parkir guna menata kendaraan yang singgah.
Tetapi aku sih rada komplain beberapa hal tentang tukang parkir. Yang pertama adalah tukang parkir yang selayak preman dan mungkin ilegal. Tentunya kita sepakat bahwa kita kurang senang dengan tukang parkir yang meminta uang kepada kita agak memaksa. Ditambah lagi wajahnya itu loh yang kelihatan sangar, yah seperti preman gitu. Terasa takut deh seolah kita akan dihajar kalau tidak membayar. Sebaiknya jangan dibayangkan ya! Kalau aku sebenarnya malas banget dengan tukang parkir seperti ini. Seharusnya ketika “melayani” mereka harus ramah dan santun kalu perlu tidak lupa senyuman sehingga pemilik kendaraan tidak segan memarkirkan kendaraannya disitu kembali. Betul tidak?
Yang kedua adalah mengenai pelayanannya. Teorinya kan mereka menjual jasa dan mereka dibayar. Jasa disini tentu adalah selain menjaga kendaraan dari si pemilik plus menatanya agar rapi dan juga di akhir mengantar pemilik beserta kendaraannya selamat kembali jalan. Jadi kalau si tukang parkir ini tidak melakukan apa-apa alias cuma berdiam melihat sampai si pemilik kendaraan selesai dengan kepentingannya dan di akhir cuma mengharap imbalan berupa uang sungguh bisa dibilang tidak proporsional dengan uang yang dibayarkan. Seharusnya “kepuasan pelanggan” yang diterapkan pada berbagai pekerjaan berupa menjual jasa, juga diterapkan pada pekerjaan tukang parkir ini.
Contoh realnya di Semarang adalah di wilayah menuju kampus Universitas Diponegoro (UNDIP). Yaitu sepanjang jalan dari patung kuda Ngesrep hingga Tembalang. Di sepanjang jalan tersebut baik pagi maupun malam banyak sekali tukang parkir baik di depan toko, warteg, maupun ATM. Sepertinya sudah seperti terorganisir gitu. Jadi ada pembagian wilayah masing-masing tukang parkir.
Dua komplain yang kupaparkan diatas sering sih kutemui. Cuma paling sering kugumami adalah jumlah yang banyak itu loh. Jadi misalnya kita mau membeli sesuatu ke sebuah toko yang ada tukang parkir cuma sebentar karena barang yang kita cari gak ada dan kita tetap bayar parkir, sehingga kalau banyak toko kita singgahi tapi barang yang kita cari belum dapat abis tuh duit kita Cuma buat parkir. Kasihan deh gue..
Oh iya tetapi aku pernah lihat tukang parkir yang benar-benar ideal banget deh. Yaitu di depan warung bakso urat di ujung utara gang Tunjungsari, Tembalang. Aku lupa namanya. Disitu ada seorang tukang parkir tetap. Beberapa waktu yang lalu aku pernah mampir disitu. Baru sampai di depan warung tersebut, tukang parkir itu langsung menata kendaraanku, dirapikan sesuai kendaraan yang lain. Terlihat ulet sekali dan tidak ada berdiam diri dalam melakukan pekerjaannya itu. Bahkan ada satu hal yang membuatku kagum. Dia juga membersihkan kendaraan yang ada disitu dengan lap kain ulet banget termasuk motorku. Pada waktu itu memang suasanyanya agak hujan. Dalam hati aku bergumam, “Coba seandainya semua tukang parkir seperti itu ya”.
=Arsyil=
No comments:
Post a Comment